Laman

Rabu, 22 Juni 2011

REMAJA, KENALI DIRIMU!

Sumber: Dokumen Pribadi
Who are You? Siapa dirimu sebenarnya? Terasa mudah bila sekadar menyebut nama. Namaku Nikita umpamanya. Tapi apakah Nikita mengetahui kelebihan dan kekurangannya? Tapi apakah dia yang berusia 17 tahun mengetahui mengapa gadis belia itu marah pada suatu saat dan di saat yang lain sangat gembira? Betulkah anak Pak Wirya itu cepat berubah perilaku, sifat dan mood nya? Apakah bete (bad tempered / boring time) sering menghampirinya?
Untuk menjawab siapa sebenarnya Nikita atau Nikita-nikita yang lain (baca: para remaja), memerlukan pemahaman yang lebih. Remaja, menurut anonim/qila wa qala merupakan kependekan dari r: ragu-ragu, e: emosional, m: malas/malu-malu, a: agresif, j: jalan-jalan suka oeee, a: apatis/acuh tak acuh.
Adalah Sarlito Wirawan Sarwono, psikolog remaja, berpendapat bahwa dunia remaja penuh gejolak karena berada pada masa peralihan masa anak-anak ke dewasa (Sarlito, Psikologi Remaja, 2002: 24). Mereka mulai menyukai lawan jenis, sehingga kata-kata cintaku(cing) padamu(nyuk) tidak terasa asing lagi. Barangkali karena itulah dinamakan cinta monyet alias, maaf, munyuk.
Dari gambaran di atas, remaja merupakan sosok yang penuh permasalahan, hingga untuk mengenal dirinya saja, sebagian mereka kesulitan.
Lalu mengapa pengenalan diri terasa penting? Menurutku ada beberapa alasan yang mendasarinya, yaitu:
  1. ibda’ bi nafsik (mulai mengenal diri sendiri sebelum mengenal orang lain),
  2. man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa rabbah (kenal diri maka kenal Tuhan), dan
  3. hasibu ‘an fusakum qabla an tuhasabu (sarana evaluasi diri).
Tiga alasan yang disebut terakhir berdasar normativitas agama (al-Qur’an, al-Hadits, dan qaul /pendapat ulama).
Sarana evaluasi diri yang tepat berawal dari pengenalan diri yang benar dan apa adanya. Dari pengenalan diri tersebut akan meningkat kepada pemahaman diri (understand your self), penerimaan diri (accept your self), dan dipuncaki dengan berbuat yang terbaik (do the best).
Sumber: Dokumen Pribadi
Jadi, bagaimana cara mengenali diri? Tenang! Ada tipsnya kok, yaitu: catat kelebihan dan kekurangan diri sesuai hati nurani dan tanpa ditutupi (baca: jujur kacang ijo). Cobalah untuk mencatat 10 kelebihan dan 10 kekurangan diri misalnya! Kemudian terima itu sebagai fakta yang tak dapat diingkari.
Setelah mengenali diri yang sebenarnya, insya Allah remaja akan memperoleh manfaatnya, seperti:
  1. dapat melestarikan kelebihan dan mengurangi kekurangan,
  2. mempunyai prinsip yang keukeuh (kuat),
  3. tidak mudah terombang-ambing,
  4. dapat menerima kekurangan sebagai hal yang wajar/manusiawi karena no body’s perfect (baca: tak ada gading yang tak retak),
  5. sebagai sarana menemukan konsep diri ideal (baca: mudah menentukan sesuatu yang terbaik dan tepat untuk diri sendiri dengan percaya diri dan tanpa terpengaruh orang lain),
  6. dapat menghargai diri sendiri (self esteem),
  7. dapat mengaktualisasikan diri (self actualization),dan
  8. tidak gebyah uyah terhadap segala hal.
Jadi, selamat berkenalan dengan dirimu, adios.

#Dari berbagai sumber#

Jumat, 17 Juni 2011

MTs 45 WIRADESA; ZIG-ZAG KISAHKU SERI KE-2


Sumber: Dokumen Pribadi
Pak Ustadz M. Mu’isy Bahruddin mendidik dan mengajarkan Bahasa Arab aku dan kawank-kawanku. Dari beliau aku mengenal sikap percaya diri. Beliau menguraikan pepatah al-I’timaadu ‘alan nafsi asaasunnajaahi. Arti bebasnya, percaya diri pangkal kesuksesan. Begitu teringat diriku dengan pepatah itu dan terus ku gunakan untuk memompa kepercayaan diriku.
Pak Mustofa, iya satu yang ku ingat yaitu saat beliau memujiku sebagai siswa yang cerdas karena berhasil menjawab pertanyaan lisan berupa bentuk kata perintah “sebutkan” dengan menjawab tiga jawaban dan yang keempat adalah “dan lain-lain.” Bagiku ini prinsip menjawab soal tulis dan lisan apabila menanyakan jawaban dari pertanyaan “sebutkan” tanpa memerinci jumlah yang diminta dari pertanyaan yang diajukan maka jawabannya jangan banyak-banyak, maksimal tiga saja. Jawaban seperti itu sudah betul.
Abahku Pak Aziz, adalah guru Fiqih. Satu yang kubanggakan adalah aku tidak pernah dibocorkan soal ulangan harian oleh abahku. Ini yang aku salut meskipun untuk membocorkan soal harian sangat besar. Beliau mengajar kami dengan jelas dan mudah dipaham. Walaupun demikian nilai Fiqihku alhamdulillah tidak pernah merah alias selalu baik. Dari beliau ku dikenalkan dengan pekerjaan mengoreksi. Bagianku mengoreksi pertanyaan pilihan a, b, c, d. Kertas untuk mengoreksi diambilkan dari lembar soal yang dilubangi dengan obat nyamuk di jawaban yang benar. Dipaskan dengan lembar jawab kawan-kawan. Kemudian dihitung jawaban yang benar lalu dikalikan dua. Untuk mengoreksi pertanyaan uraian jelas itu bagian abahku, aku hanya diberitahu bahwa skor tiap nomor yang benar adalah 4, skor ada jawaban tapi salah adalah 1. Kenapa 1? untuk untuk jerih menulis kata beliau. Kalau dikosongi maka 0. Hehehe…itu yang kupraktikkan setiap kali aku tidak tahu jawaban dari pertanyaan ulangan dalam bentuk uraian maka daripada dapat skor 0 lebih baik mengarang jawaban daripada mencontek dan meraih skor 1, syukur-syukur jawaban ngarang itu nyrempet-nyrempet dan meraih skor 2 atau 3.
Peristiwa yang tak terlupakan terjadi saat aku duduk di kelas 1. Saat aku maju ke depan untuk menuliskan namaku di hari yang aku ingin piket di kelas 1 B. Ya saat itu wali kelasku menerapkan model pemilihan hari secara langsung untuk hari piket yang diinginkan setiap peserta didik. Awalnya berjalan lancar, kawan-kawan tertib maju ke depan mengambil kapur dan menuliskan namanya di papan tulis. Entah mengapa kemudian terjadi rebutan dan kawan-kawan maju merangsek bersama ke depan kelas. Wali kelas saat itu marah dan meminta kawan-kawan duduk kembali ke kursi masing-masing. Aku saat itu duduk dan belum ingin maju ke depan. Aku tidak mendengar dan memperhatikan saat beliau marah dan melarang kami maju ke depan. Pikirku, inilah saat giliranku. Tepat di depan beliau aku berjalan menunduk sambil mengucapkan nyuwun sewu. Tiba-tiba plaakk!! Pipiku ditampar oleh beliau. Kelas seketika hening. Perasaanku kaget, bingung, takut, dan menyesal. Aku tidak menangis tapi malu. Reputasiku sebagai murid baik seketika luluh lantak. Aku pulang ke rumah dan tidak berani menceritakan peristiwa pahit itu ke orang tuaku karena aku malu. Selain kelas 1 B, almarhum Pak Hajar diberitahu Arofah, kawanku di kelas 1 B.  Setahun kemudian wali kelasku di I B, pindah tempat tugas. Pak Hajar almarhum, Pembina OSIS saat itu, memintaku untuk menyampaikan salam perpisahan atas nama kawan-kawan. Aku kaget karena tidak diberitahu sebelumnya. Seketika pikiranku melayang ke peristiwa 1 tahun lalu, peristiwa pahit yang tak terlupakan. Aku menduga Pak Hajar almarhum menginginkan aku menyampaikan permintaan maafku kepada wali kelasku di 1 B. Aku terguguk, lidahku tak bergerak. Tak sanggup aku bicara. Ingin rasanya aku meminta maaf, tapi mulutku serasa terkunci. Itulah awalku berbicara di depan orang banyak. Pak Hajar almarhum mencoba mengajariku dengan menuntun sedikit demi sedikit pidato yang harus kusampaikan. Mulai dari ucapan terimakasih atas jasa wali kelasku di 1 B hingga permintaan maaf atas kesalahan kami (terutama aku). Tetap bungkam mulutku sampai akhirnya, aku dipersilakan duduk kembali. Peristiwa yang sungguh membekas di hatiku. Aku tidak marah kepada guruku tapi aku memang yang salah karena tidak memperhatikan instruksi beliau. Mulai dari saat itu aku mulai lebih memperhatikan setiap ucapan guru. Niatku jangan sampai guruku marah kepadaku lagi. Dan karena aku gagal berbicara di depan kawan-kawan maka aku mulai berlatih berbicara dengan baik. Tahukah kawan bahwa saat mencuci aku bicara sendiri. Saat di wc aku berbicara sendiri. Saat mandi aku berbicara sendiri. Hingga terdengar teriakan dari Ibuku almarhum, “Mujiiiibbbbb….. ora elok ngomong dewe nang kolah.” Aku diam sambil byuurrr. Ku lanjutkan mandiku.

INSYA ALLAH BERSAMBUNG…

Keterangan: ora elok ngomong dewe nang kolah artinya tidak baik berbicara sendiri di kamar mandi.

Senin, 13 Juni 2011

PEDOMAN BERPOLITIK WARGA NAHDLATUL ULAMA

Sumber:
http://maroebeni.files.wordpress.com/2008/11/nu-box_0.jpg
Pertama, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 45.
Kedua, politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.
Ketiga, politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
Keempat, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelima, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.
Keenam, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaq al karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah.
Ketujuh, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
Kedelapan, perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’, dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap terjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Kesembilan, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyatukan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.
                                                
Sumber: dipersembahkan oleh KH. A. Mustofa Bisri, 3 Pedoman Warga NU, Cetakan II, (Jakarta: Yayasan Mata Air bersama Majma’ Buhuts An-Nahdliyah, 2010), halaman 53 – 56.

Sabtu, 11 Juni 2011

PANCASILA YANG KUPAHAMI

Sumber: http://hitamandbiru.blogspot.com
Pancasila kembali menjadi pembicaraan bangsa. aku urun rembug tentang Pancasila. Dasar negara ini menurutku sudah sangat sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang beraneka ragam. 
Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dapat dipahami bahwa setiap orang berhak memeluk dan meyakini agama dan kepercayaan tanpa ada paksaan. Tidak boleh ada pemaksaan dalam beragama karena agama Islam yang aku pahami menetapkan tidak ada paksaan dalam beragama (laa ikroohaa fid-diin). Dengan demikian tidak ada yang menyalahkan pihak lain bahkan merusak tempat ibadah pemeluk agama lain. Dalam hal ini negara harus menjamin kebebasan dalam menjalankan kegiatan agama. Harus ada tindakan bagi sebagian kelompok agama yang ingin mengganggu keyakinan agama pemeluk lain. Baik antar umat beragama ataupun antar umat seagama. Perilaku mengkafirkan dalam Islam harus ditiadakan. Karena meyakini keyakinan sendiri atau kelompok yang paling benar (truth claim) merupakan tindakan pelanggaran hak paling asasi manusia, yaitu memilih dan memeluk agama dan kepercayaan. Di samping itu, apabila tindakan pengkafiran orang lain kalau tidak terbukti, maka orang yang mengkafirkan, menjadi kafir sendiri (man kaffaro mu'minan fa huwa kaafirun). NII, sebagai suatu ajaran merupakan contoh tindakan yang keliru. Karena NII tidak akan sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang beraneka ragam.
Kalau dipaksakan akan terjadi perang saudara yang berimbas kepada kekacauan sosial. Tidak bisa dibayangkan akibatnya kalau seperti itu.
Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Keadilan untuk semua. kejadian sekarang menunjukkan, hukum tumpul ke elit kekuasaan tapi tajam ke rakyat akar rumput. Harusnya ada upaya bersama dan berkelompok untuk membersihkan mafia peradilan yang menggurita. Tidak mudah memang, tapi rakyat bisa berperan dengan menyuarakan keadilan paling tidak untuk diri dan orang-orang di sekitarnya sesuai perannya di masyarakat. Kalau tokoh nasional, tentu didukung untuk terus membersihkan hukum di negeri ini dari para mafia.
Sila ketiga Persatuan Indonesia dapat dilakukan dengan cara revitalisasi tri kerukunan umat beragama. Kerukunan antar umat bergama, kerukunan intern umat beragam, dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah. Sila ini ada kaitannya dengan sila pertama. Telah terjadi pemaksaan kehendak antar kelompok agama. Toleransi harus dijalankan dan ada sanksi yang tegas dari aparat yang berwenang apabila ada kelompok yang intoleran.
Sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarawaratan / Perwakilan. Etika bernegara dalam pengambilan keputusan harus kembali ke jalur musyawarah. Wa syawirhum fil-amr, bermusyawaratlah dalam satu urusan. Pihak yang tidak diterima usulnya harus legawa. Kalau ada yang anarkis maka aparat harus bertindak, tentu dengan tindakan yang tidak melanggar hak asasi manusia.
Sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pajak harus dibayarkan. Pengemplangan pajak harus dihukum. Bagi orang Islam, di samping pajak, zakat harus dibayarkan. sekali lagi harus ada aturan yang jelas dalam pengamalan Pancasila. Wallahu a'lam.    

Jumat, 10 Juni 2011

MTs 45 WIRADESA; ZIG-ZAG KISAHKU SERI KE-1

francarun-passionemaratona.blogspot.com

Setelah aku lulus dari MIS Kauman, tanpa pikir panjang aku langsung mendaftarkan diri ke MTs 45 Wiradesa. Faeshol memilih SMP 1 Wiradesa, sangat layak karena nilainya tinggi dan jago Matematika. Aku, Anton, Agus, Halim, Tugi, Ema, Rizkiyyah adalah sebagian kawanku di MIS Kauman yang ikut mendaftar di MTS 45 Wiradesa. Sayang Khadijah dan Imu tidak mendaftar di sekolah keduaku…hehehe…Satu kawan yang masih ku ingat saat mendaftar bareng, mengisi formulir bareng, dan  membayar pendaftaran bareng di MTs 45 Wiradesa adalah Halim. Dia ini kawan baikku yang ikut mendampingiku bersama Anwar saat aku diarak prosesi khitanan dengan rebana “terbangan”. Bring totok bring… Bring tok … Bring totok bring… Bring tok … Bring totok bring… Bring tok … Itu terjadi saat aku kelas 5 MIS Kauman.

Dokumen Pribadi
Kisah tentang guruku menyisakan goresan gado-gado kenangan. Ada guru yang galak, kalem, tegas, lucu, dan tentu saja cantik. Almarhum Pak Abrori, selalu mengatakan “Piye?” dengan intonasi ala Bima adiknya Puntadewa yang garang. Pak Abrori mengenalkanku bahasa Arab di kelas 1 (sekarang kelas 7). Dari beliau ada 3 kosakata masih kuingat benar,  utubis yang artinya bis dan at-tilvizyuun yang artinya televisi serta kursiyyun yang artinya kursi.
Almarhum Pak Hajar, Guru Matematiku yang lucu. Lagi-lagi walaupun aku tidak suka matematika tetapi karena gurunya lucu, maka senanglah aku mengikutinya meski pasti nilainya dapat diduga, jelek.

INSYA ALLAH BERSAMBUNG….

Rabu, 08 Juni 2011

MIS KAUMAN; SKETSA KISAHKU.


Sumber: miskauman.blogspot.com

1.          Usiaku 6 tahun saat aku pertama kali duduk di kelas 1 MIS Kauman. Kawanku yang aku kenal pertama adalah Kris, anak Kepatihan. Tak banyak cerita tentang dia karena sayang dia tak sampai lulus dari MIS Kauman karena pindah sekolah. Selain Kris, ada Tohari yang terbawa kebiasaan di TK hingga kelas 1 yaitu selalu ditunggui ibunya dari awal pelajaran hingga akhir pelajaran, dan itu selalu menjadi bahan ejekanku saat dia mulai meyakitiku. Maaf ya Toh!
Sumber: miskauman.blogspot.com
2.       Pak Yen, Guru Matematikaku. Aku sebenarnya tidak bisa dan tidak suka Matematika. Tapi karena Pak Yen mengajarkannya dengan baik dan tidak marah bila aku tidak bisa, ya aku senang ikut pelajaran ini meski tetap nilaiku jelek. Hehehe… Satu lagi, saat aku mau dikhitan. Biasanya kan mengundang kawan-kawan untuk “nyumbang” dengan memberikan 2 permen ke kawan sebagai tanda undangan. Saat duduk mengerjakan tugas Matematika, aku ditanya beliau “Siapa saja yang diundang, Jib?” Pak Yen bertanya dalam bahasa Jawa ngoko. Aku yang saat itu masih belajar bahasa krama alus berpikir agak lama mencari kosakata bahasa krama alus dari kata kanca.. “Eemmm …. Emmmm nika Pak Yen,..temen-temen,” Jawabku dengan lirih karena ragu akan kebenaran kata yang aku maksud. Aku menyesal kenapa yang keluar kata temen-temen. Namun setelah itu aku mulai belajar secara serius bahasa ibu, bahasa Jawa.
3.          Pak Chalimi. Kiai yang sangat santun. Beliau juga cerdas. Yang paling ku ingat wejangan beliau ke aku dan kawan-kawan, tulisan itu tidak perlu bagus tapi “cetho” (jelas mudah dibaca). Karena menurut beliau, tulisan yang cetho, mudah untuk dibaca dan lebih membuat semangat dalam belajar.
4.    Ibu Mariyah datang dan saat di pintu gerbang MIS Kauman. Aku dan kawan-kawanku langsung menyalami dan mencium tangan beliau. Rutin tiap pagi khusus kelas 1 dan 2. Ramah dan murah senyum di wajah cantiknya.
5.      Ibu Umi Hawa. Guruku yang cantik. Idola para murid. Apalagi saat study tour ke Jogjakarta, beliau mengenakan kacamata hitam. Serasa artis papan atas Indonesia. ramah dan lembut.
6.        Ibu Ruroh. Guruku kelas 1. Tegas dan berwibawa. Mendidik dengan kedisiplinan penuh kasih sayang. Ibu Ruroh telah berhasil mengenalkanku dan kawan-kawan Ini Budi. Ini Ayah. Ini Ayah Budi.
7.      Ibu Dahlia. Ibu Guru yang cantik. Mengajariku di mushola saat latihan menyanyi untuk Pesta Siaga. Senang melihat wajah beliau yang murah senyum. Sabar dan telaten mengajariku dan kawan-kawan.
Sumber: miskauman.blogspot.com
8.          Pak Dabasi. Kalau dengan kawan-kawanku galak. Tapi entah mengapa dengan aku kok tidak. Baru aku tahu setelah Madrasah Aliyah bahwa beliau adalah sahabat baik bapakku. Pantesan beliau tidak galak padaku. Tapi aku takut juga saat di kelas beliau memarahi kami. Namun beliau bisa melucu juga. Saat beliau menjadi Pembina Upacara, dengan nada santai mengatakan, “Nama saya Dabasi. Singkatan dari D: Dari, A: Awal, B: Berusaha, A: Akan, S: Selalu, I: Iman.” Seluruh peserta upacara tertawa. Memang beliau selalu berusaha beriman.
9.           Pak Arifin, santun dalan mendidik kami. Penuh dengan keramah tamahan. Saat ku maju untuk menghafal salah satu surat di juz ‘amma, aku belum sepenuhnya hafal. Entah disengaja atau tidak, tapi ku yakin disengaja dengan “membantuku” membiarkan juz ‘amma terbuka tepat di surat untuk hafalan. Gerakan tangan beliau menunjukkan itu, sedikit menggeser juz ‘amma agar terbaca jelas olehku.
10.    Pak Yus, menciptakan lagu yang sepenggal syairnya berbunyi, MIS Kauman… MIS Kauman…. Sekolah yang ku cinta… Mendidik kita semua…. Senang sekali hatiku saat beliau memuji prestasiku dalam bahasa Arab dengan nilai yang sangan baik.
11.       Khadijah, barangkali wajah kawanku yang satu ini aku merasa dia itu cantik, cintakah diriku dengannya? Ku rasa bukan cinta tapi rasa suka karena barangkali hormon laki-lakiku mulai muncul. Hanya suka saja. Wajar, karena pengaruh hormon baligh. Saat itu masih kelas 5, karena dia pindahan dari entah dari sekolah mana. Dia anak penjual sate di pasar. Masih kuingat dia membagikan messe ceres. Aku tidak terlalu tahu nama pasti makanan itu, tapi yang jelas coklat kecil yang banyak jumlahnya dan dia bagi-bagikan dengan wajah yang amboy…manisnya.  
Sumber: miskauman.blogspot.com
12.  Faeshol, kawanku yang pintar. Anak kepala MIS Kauman. Kalau dia ranking 2 aku nomer 3. Matematikanya jago. Ramah walaupun kurang senyum barangkali. Hehehe… Pernah aku belajar bersama ke rumahnya. Hanya satu tujuanku, minta jawaban dari PR Matematikaku. Sekali lagi, bukan minta diberitahu cara mengerjakan soal Matematika, tetapi minta jawaban dari soal Matematika. Kurang suka aku dengan Matematika saat itu. Sekarang, menyesal karena dulu tidak serius belajar Matematika.
13.       Mukhasanah yang biasa dipanggil Imu. Di papan tulis tertulis Mujib dan Imu hasil kerjaan kawanku yang iseng. Apa maksudnya? Ketika aku meminjam penggaris ke Imu, kawan-kawan langsung sorak-sorai…sweet..sweet…. Aku mesem, Imu cemberut. Nasib!
14.     Ema sang jenius. Lantang suaranya. Pintar orangnya. Selalu ranking 1. di kelasnya. Untung saja dia di kelas lain bersama Faeshol. Sehingga aku ranking 1 di kelasku. Saat satu kelas dengannya, selalu aku di bawah Ema dan Faeshol. Tapi sayang, Ema gagal nomor 1 di Ebtanas. Nomor satunya dikudeta Faeshol. Ema di belakangku nomor 3 karena aku nomor 2.
Koleksi Pribadi
15.     Saat kelas 2, kami satu kelas harus berbaris dulu 3-3 ke belakang di dekat pintu kelas. Kemudian secara tertib masuk sesuai barisan. Barisan depan masuk dulu disusul barisan belakangnya. Harus disiapkan dulu oleh ketua regu yang ditunjuk secara bergilir. Tibalah giliranku menjadi ketua regu. Aku menyiapkan, “Siap Graaaakkkkk….!!!!” Geerrrrrrr…kawan-kawan tertawa. Ada apa ini? Aku bertanya dalam hati. “Setengah lencang kanan Graaaakkkkk….!!!!” Geerrrrrrr…kawan-kawan tertawa lagi. “Tegak Graaaakkkkk….!!!!” Lagi-lagi Geerrrrrrr…kawan-kawan tertawa. Penasaran di kelas aku bertanya ke kawan-kawan, ada apa kok tertawa? Kata mereka, aku saat menyiapkan tadi, tepat di kata Graaaakkkkk….!!!! diiringi dengan gerakan mengangkat bahu. Dan itu berulang hingga 3 kali. Padahal tahukah kawan, bahwa hal itu tanpa aku sadari. Tapi sudahlah, aku malu tapi senang, ternyata aku bisa melucu di depan kawan-kawan.
Wa ba’du. Kepada Guru-guruku di MIS Kauman Rahimakumullah, aku ucapkan terimakasih atas kesabaran Panjenengan sedaya dalam mendidik aku dan kawan-kawan. Banyak kisah yang tidak tertulis di sini. Tak bisa aku balas jasa Panjenengan sedaya. Jazaa kumullah ahsanal jaza’. Maafkan atas kesalahanku kepada Panjenengan sedaya. Dan kawan-kawanku, terimakasih atas persahabatan yang terjalin. Aku yang lucu, pemalu, tidak bodoh, sering ngeyel, dan walaupun culun dengan posisi celana pendek naik ke atas, telah kalian terima aku dengan baik. Maaf ya bila ada salah kata, ucap, dan perbuatanku ke kalian. Ihik..ihik..ihik…Kawan, aku sedang mencoba menangis, bukan tertawa.… Tolong jangan tertawa! Wassalam.