Laman

Senin, 09 Mei 2011

PENDIDIKAN KARAKTER DIAWALI DARI PENDIDIK BERKARAKTER

Dok. Pribadi
Hari Pendidikan nasional 2 Mei 2011 telah berlalu. Begitu banyak konsep pendidikan ditawarkan ahli pendidikan rumusan terbaru adalah pendidikan karakter. Pendidikan ini mensyaratkan kepribadian yang baik. Kepribadian yang tidak asal jadi tentunya namun memerlukan proses seumur hidup. Pendidikan karakter muncul karena munculnya aksi-aksi kenakalan yang begitu marak di kalangan pelajar kita. Sungguh miris manakala jumlah pecandu narkotika, pemerkosaan, hamil di luar nikah, aborsi dan seterusnya di kalangan pelajar mengalami peningkatan. Padahal kalau diibaratkan fenomena gunung es, kasus-kasus yang ditemukan itu baru sebatas pucuknya saja yang nampak dan terpublikasikan. Jumlah sesungguhnya kemungkinan lebih besar lagi yang tidak nampak dan terpublikasikan. Apa aspek yang menarik dari pendidikan karakter ini? Saya tidak akan menjelaskan pengertian dari pendidikan karakter, namun akan dibahas aspek yang menarik dari pendidikan model terbaru ini. 
Menurut saya, paling tidak ada beberapa aspek yang perlu diketengahkan.
Pertama, pendidikan karakter tidak akan baik apabila pondasi pendidikan anak di keluarga amburadul. Tanpa menafikan pelajar berprestasi yang berasal dari keluarga tidak harmonis, namun diduga kuat, keluarga menjadi tempat mendidik utama dan pertama anak.
Ada anggapan bahwa pendidikan anak di keluarga dimulai dari bayi. Namun, sebenarnya anak itu berawal dari pemilihan jodoh. Rasulullah SAW., mengajukan empat syarat jodoh yang baik, yaitu: kekakayaan, fisik (cantik atau tampan), keturunan yang baik, dan karena aplikasi ajaran agamanya. Yang diutamakan dari keempat syarat itu adalah agama. Asumsinya, orang yang taat agama maka akan memiliki karakter yang kuat dan teguh memegang prinsip kehidupan meskipun di pergaulan yang kacau sekalipun.
Karakter calon orang tua tidaklah mesti seratus persen baik, karena tentu saja hanya Nabi Muhammad SAW., manusia yang paling sempurnanya. Setelah Nabi, tentu tidak sesempurna itu. Namun paling tidak ada ikhtiar atau usaha untuk menjadi sempurna. Apa yang terjadi dengan anak bila orang tuanya tidak baik? Anak bisa baik atau sebaliknya, nakal. Dugaan kuat kemungkinan anak bisa tidak baik. Nah, inilah pentingnya memilih jodoh yang baik, yang sekarang ini banyak yang tidak peduli. Kalau orang tua baik, insya Allah anaknya baik.
Selanjutnya, cara mendapatkan uang dari cara yang haram maka makanan yang berasal dari uang itu terdapat unsur-unsur syaithaniyyah. Maka anak semasa di rahim atau setelah lahir yang memakan makan itu kemungkinan bersifat syaithaninyyahnya besar. Itulah, prinsip siapa menanam maka dia yang memanen. Tanam kebaikan maka akan panen kebaikan. Sebaliknya tanam keburukan maka akan panen keburukan. Dengan demikian, anak yang dididik dari dididikan  yang baik (termasuk orang tuanya juga baik), maka insya Allah menjadi anak baik (shalih/shalihah) atau berkarakter.
Kedua, banyak contoh yang dilihat pelajar yang salah. Contoh ini tidak berupa ucapan ajakan baik dari orang-orang yang seharusnya dicontoh oleh anak. Buat apa mengajak kebaikan, kalau yang mengajak justru tidak melakukan atau bahkan melakukan hal yang tidak baik. Ironis. Pelajar mendapatkan contoh koruptor dan manipulator. Karakter bagaimana kalau seharusnya yang mendidikpun tidak semuanya berkarakter. Sehingga orang tua, guru, atau pendidik lain harus berkarakter dahulu sebelum mendidik karakter anak/pelajar.
Ketiga, teknologi dibiarkan merusak moral. Tidak ada tindakan pendidikan maksimal dari orang tua. Pelajar dibiarkan tahu informasi tanpa bimbingan. Iya kalau baik, bagus... kalau jelek, alamak, hancur sekalian. Anak biasa berbohong minta uang untuk tugas sekolah, tak tahunya malah untuk internet. Tidak bisa tidak, pendidikan otoritatif harus diterapkan untuk mendidik karakter anak. Ada pilihan, internet atau hp disita, umpamanya. Di sekolah pun, tidak semua guru mendidik karakter, tapi mengajar pelajaran. Katanya sudah ada guru PKn dan BK. Guru agamapun sebatas menyampaikan pelajaran dan kurang mendidik akhlak pelajar. Karakter sekali lagi berawal dari pendidik yang berkarakter.
Semua aspek itu berpulang kepada pendidik. Pendidik berkarakter akan sukses mendidik pelajar berkarakter. Semoga!






Tidak ada komentar: